Featured Article

Selasa, 10 Maret 2015

BUKAN PKS

Saya bukan PKS. Sama sekali bukan. Tertarik pun tak pernah.
Saya bukan pula pengikut Hassan Al Banna, apalagi Sayyid Qutb. Kekaguman saya bukan kepada keduanya, melainkan kepada Che Guevara. Jika pun harus memilih tokoh dari Timur Tengah, saya memilih Ahmad Sa'adat saja.
Saya juga membenci politik Erdogan kepada bangsa Kurdi. Saya mendukung perjuangan PKK untuk melawan Ankara. Saya tak mentoleransi genosida terhadap bangsa Kurdi. Sama halnya saya tak mentoleransi poligami. Titik.
Namun demikian, lingkungan saya tak sepenuhnya bersih dari pengaruh PKS. Walau sangat sedikit, ada jejak PKS dalam keluarga besar kami.
Saya memiliki beberapa sepupu, mereka kader PKS. Salah satu yang cukup akrab dengan saya, bekerja di Jakarta. Tepatnya di kantor pajak. Pangkatnya lebih tinggi dari Gayus Tambunan. Sebutlah namanya Ahmad saja. Ahmad dan isterinya pasangan kader yang loyal.
Saya pikir mereka kaya raya, pangkatnya saja lebih tinggi dari Gayus Tambunan. Ternyata tidak. Sama sekali tidak!
Rumah dibayar lewat kredit. Mobil keluarganya cuma satu, Toyota Kijang. Anda tau Toyota Kijang, kan? Entah itu mobil tahun berapa.
Ahmad pun paham pandangan politik saya sungguh bertentangan secara diametral dengan keyakinan perjuangannya. Walau demikian, sikapnya selalu beretika kepada saya, bahkan santun. Hampir selalu memberikan pelukan hangat saat kami bertemu.
Ketika kasus korupsi sapi tengah mencuat dan menggigit petinggi PKS. Di suatu kesempatan persuaan, tepatnya saat Idul Fitri, saya mengajak Ahmad bicara. Tentu saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar kasus itu. Apa respon Ahmad?
Awalnya, mukanya sontak memerah. Kufikir dia akan marah. Ternyata tidak. Sama sekali tidak!
Selepas mukanya memerah, matanya pun berkaca-kaca. Lirih ucapannya keluar, lirih sekali.
'Saya malu. Malu dengan Ummat. Malu dengan agama saya. Malu juga dengan kamu. Saya minta maaf, termaksud kepada mu.'
'Ada kelompok diantara kami yang sudah tidak zuhud. Sudah jatuh pada hubbu dunya', lanjutnya.
Tentu pernyataan Ahmad tidak mewakili sikap resmi PKS. Sikap DPP PKS terhadap kasus korupsi impor sapi sudah jelas. Anda tinggal googling saja.
Kenapa saya menceritakan ini?
Semua menjadi buruk bila menyangkut PKS! Itu yang saya lihat di media sosial. Belum ada pembuktian ilmiah menyangkut siapa yang memaki Ahok dengan sebutan 'Anjing', segera saja ditimpakan pada kader PKS. PKS sontak menjadi pesakitan. Tanpa penyedilikan yang memadai. Dihujat, dimaki-maki, dihabisi. Sedang bila Ahok yang mengekuarkan kata-kata kasar, yang tak pantas didengar anak-anak, pujian justru mengalir. Pemimpin tegas dan berani.
Saya mau bilang. Setau saya, PKS bukan bagian dari pembunuh Munir dan Theys Eluay. Bukan yang paling banyak koruptornya. Bukan yang mengirim tentara ke Aceh demi melaksanakan DOM, hingga ribuan rakyat sipil terbunuh.
Saya juga mau bilang. PKS bukan yang menggarong dana BLBI hingga ratusan trilyun. Bukan yang mengobral murah asset negara. Bukan yang mengerahkan preman saat Ketua Umum partai nya menjadi RI 1 dan membacok aktivis yang memprotes kebijakannya. Bukan pula yang memenjarakan sebanyak-banyaknya aktivis setelah era Soeharto.
Tentu Anda paham, partai mana yang saya maksud.
Sayangnya, kebencian kepada partai ini tak sebesar itu dan sedasyat itu. Tak sebesar dan sekencang pada PKS. Padahal tak kurang-kurang darah, nyawa, air mata dan uang yang harus ditagih dan dijelaskan oleh mereka.
Saya tak paham keadilan macam apa yang sedang berlaku ini. Saya sungguh tak paham.
Sama halnya saya tak paham, bila masih ada Ahmad, -walau tak mewakili sikap resmi partai-, berani meminta maaf atas kasus impor daging sapi. Saya tak menemukan hal serupa, pada kasus 'Kiri Joko Wi'. Saat BBM naik, TDL naik, LPG naik, tiket kereta naik, iuran BPJS naik dan beras naik, adakah diantara mereka yang meminta maaf? Tak ada yang meminta maaf, walau nyata-nyata telah mengilusi rakyat, menjerumuskan rakyat.
Tak ada keberanian seperti Ahmad. Tak ada! Sama sekali tidak! Ahmad kader PKS yang saya kenal, sepupu saya, ternyata lebih punya nyali dibanding 'Kiri Joko Wi'.
Saya bukan PKS. Sama sekali bukan. Tertarik pun tidak!
Tetapi Pramoedya Ananta Toer memang benar, 'bersikaplah adil sejak dalam fikiran'.

Popular Posts