Senin, 04 Maret 2013

Sekotak Tisu PKS


Fajar Muhammad Hasan | Kompasiana
Menulis tentang PKS memang asyik karena banyak bahan. Semoga tidak salah tulis dan tidak ada pihak-pihak yang marah, entah yang suka atau yang tidak suka dengan PKS. Kali ini tentang kotak tisu, yang saya maksud tentu saja tisu sekotak bukan kotak tisu tanpa isi. Tisu yang dimaksud adalah tisu pembersih muka, agar tidak keliru dengan tisu gulung atau tisu yang berisi 10 biji.

Tisu terbuat dari serat kayu dengan sedikit filler (bahan tambahan) dan sudah melalui proses yang cukup panjang. Kayu-kayu itu diambil seratnya kemudian di lakukan proses bleaching (pemutihan) agar murni serat dan berwarna putih. Bubur serat  diditambah dengan tepung singkong dan sedikit bahan lem dimasukkan roller untuk digiling dengan ketebalan yang sama. Masuk mesin cutter untuk dipotong menjadi berukuran sama. Ditata sedemikian rupa, jika diambil yang teratas (yang menjulur keluar) maka tisu pada tumpukan berikutnya akan terseret dan muncul dengan posisi yang sama dengan saat sebelum diambil.

Ketika saya melihat pergantian pengurus (dan terakhir yang mencolok adalah digantinya LHI dengan AM) maka pergantian itu seperti mencabut tisu paling atas kemudian diganti dengan tisu berikutnya. Tanpa mengoyakkan tisu, tanpa merubah susunan tisu didalam kotak. Pergantian tisu paling atas dengan berikutnya demikian mulus tanpa guncangan tanpa perubahan susunan. Tisu-tisu yang didalam kota tetap tenang ditempatnya. Mereka tidak berebut keluar lebih dahulu. Bahkan seandainya kota tisu itu digoncang2 dan dibanting2, Tisu-tisu yang didalam kotak tisu tetap tidak bergeming. Mereka seakan2 tetap nyaman dengan posisinya. Mereka bergerak keluar ketika memang gilirannya keluar. Dan juga bukan mogok untuk keluar jika gilirannya keluar.

Saya yakin bahwa mengapa tisu2 itu tidak saling berebut karena sudah mengalami banyak proses, pemisahan serat dari kotoran, pemutihan, pencampuran dengan bahan lain, masuk roller untuk diratakan permukaannya, dipotong agar seragam ukurannya dsb.

Memang tisu barang mati jadi mudah diatur, tapi dengan sistem apakah manusia bisa merapikan diri seperti itu ? tentu saja sekotak tisu adalah suatu yang biasa. Tapi ‘sekotak tisu’ PKS rasanya masih fenomena. Fenomena sebuah barisan. Yang tentu saja sistem pembentuknya juga ada proses-proses tertentu.

Ketika sepasukan tentara sedang dalam posisi siap tempur, jika sang komandan berkata: “Jangan menembak sebelum ada perintah”. Maka tidak ada sebutir pelurupun yang keluar dari moncong senapan. Jadi ingat kutipan kata Syafrie Syamsudin ketika menjadi komandan pasukan DKI saat peristiwa 98, “Di Jakarta saat ini ada 100 ribu prajurit dan lebih dari sejuta peluru. Seandainya satu saja peluru melesat dan mengenai seseorang maka akan terjadi revolusi berdarah. Pasti terjadi bentrok. Tugas saya adalah menjaga tidak ada satu butirpun peluru yang keluar.”
*http://politik.kompasiana.com/2013/03/01/sekotak-tisu-pks-533217.html

0 komentar:

Posting Komentar