"Ketika Turki ber-'Izzah"
By: Nandang Burhanudin
***
Perhatikan foto seragam Ronaldo di atas. Ada sesuatu yang hilang bukan?
Yang hilang itu adalah: gambar sponsor yang menempel di dada seragam
Real Madrid: BWIN, yaitu perusahaan judi daring, minuman keras, dan bisnis sperma (seks).
Saat bermain away melawan klub Galatasaray Turki, Real Madrid
menggunakan jersey away tanpa mencantumkan sponsor utamanya. Mengapa hal
itu bisa terjadi? Karena UU negara Turki yang melarang sponsor judi.
Pada awalnya, UU Turki tersebut banyak penentangan dan protes dari UE.
Namun secara berangsur, ketika pemerintah Turki yang dipimpin faksi
Islam Erdogan sukses membangun basis ekonomi-militer yang mapan dan
kokoh, Turki tampil meyakinkan dan berani menghadapi penentangan.
FIFA-UEFA pun tak kuasa selain mematuhi aturan tersebut. Hal yang tak
akan kita temukan di negara-negara ARAB, terlebih Indonesia.
Identitas Islam mulai dihadirkan oleh Erdogan. Bahkan ia terang-terangan mendeklarasikan keislaman dan tawajjuh Islaminya.
***
Sahabat, perjuangan muslim dan gerakan Islam di Turki patut dijadikan
'ibroh bagi kita di Indonesia. Islam tak bisa diperjuangkan dengan
syahwat, syubuhat, apalagi isu-isu sesat. Untuk perjuangan yang sesat
menyesatkan, hal jamak dan lumrah kita tolak. Namun perjuangan dengan
dasar syahwat, perlu kita perhatikan secara cermat. Ia adalah perjuangan
ketika Islam hanya dijadikan jualan politik tanpa pernah dijadikan
sebagai tawajjuh (visi besar) perjuangan. Islam tidak menyentuh esensi
ajaran Islam (maqashid syari'ah) yaitu: menjaga agama, harta,
kehormatan, jiwa, dan entitas manusia.
Perjuangan dengan syubuhat, ketika yang muncul hanya
propaganda-propaganda ilutif yang jauh dari kenyataan dan tidak
realistis dipraktikkan. Perjuangan syubuhat diisukan dalam dakwah Wali
Songo. Cerita-cerita yang digambarkan adalah kesaktian dan karomah.
Walaupun mungkin jaman wali itu ada dan terjadi, namun sangat tidak
tepat jika perjuangan Islam saat ini menonjolkan sisi-sisi mistis
belaka. Demikian juga dengan klaim-klaim megalomania yang justru
mengkerdilkan Islam, Al-Qur'an, dan Nabi Muhammad itu sendiri.
Klaim-klaim megalomania yang bombastis di tataran teori, namun miskin
karya nyata dan tidak ada bukti di tataran aksi, menjadi ilutif terkini
di abad 21.
Turki di era Erdogan, terbukti ampun menyelesaikan beragam persoalan
yang saat ini mendera dunia. Mereka berjuang nyaris tanpa hiruk pikuk
spanduk-konferensi-atau kampanye-kampanye megalomania ilutif. Mereka
berbuat di tataran nyata, tidak cepat memang, namun terbukti efektif dan
nyaris tanpa pertumpahan darah.
Umat menunggu bukti. Mereka kenyang dengan janji dan tak peduli pada ilusi. ***
0 komentar:
Posting Komentar